![]() |
| Gambar Ilustrasi : Sinematografi |
Universitas Pakuan, Bogor – Menjadi wacana, Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya akan mengadakan mata kuliah Sinematografi
pada tahun ajaran baru (25/06/2015).
Pelaksanaan pemutaran serta pengkajian film fiksi oleh Himpunan
Sastra Indonesia (Himsina) beberapa waktu lalu di gedung FISIB pun turut mensinyalir adanya wacana tersebut. Dilansir dari harian Beranda pers,
Ketua Pelaksana Suci Putri mengatakan, “Tujuan acara ini sekaligus ingin
memperkenalkan adanya mata kuliah baru di jurusan kami, yaitu Sinematografi” (9/6).
Ketua
Himsina Rama, mengaku belum bisa menanggapi banyak mengenai mata kuliah baru tersebut.
“Bagus ya. Jadi Sastra itu luas, tidak sekedar bermain dalam novel dan cerita
saja,” katanya.
Hasil
penelusuran, menurut salah satu Dosen Sastra Indonesia Drs.Sasongko S. Putro,
MM., Mata Kuliah Sinematografi ini tidak mengkaji dari segi teknis pembuatan
film, karena itu merupakan ranah Ilmu Komunikasi. Melainkan, Sastra akan
membahasnya dari segi penulisan dan tata bahasa. “Sebenarnya ini berkaitan
dengan mata kuliah pilihan yang sudah ada sejak dulu di Program Jurusan Sastra
Indonesia, yaitu Kajian Sinema,” ungkap Sasongko.
Hal
itu dipertegas oleh Ketua
Program Studi Jurusan Sastra
Indonesia, Prapto Waluyo, M.Hum, yang berhasil kami wawancarai di ruangan
Kaprodi, “Mirip-mirip kajian sinema. Bukan Sinematografi yang melahirkan film,
tapi mahasiswa akan membuat skenario. Kalau kajian Sinematografinya akan
dikeluarkan atau tidak, masih dalam pembicaraan. Karena memerlukan biaya yang
besar (17/6)."
Selain
belajar membuat skenario, Ia juga menyebutkan akan ada penulisan cerita lisan,
dan penulisan komik. Namun untuk penulisan komik, masih menuai pro dan kontra.
Dalam
pandangannya, pijakan sastra saat ini memang bukan lagi sekadar mengkaji,
tetapi mahasiswa harus bisa memproduksi. Utamanya dalam ilmu pengetahuan, yang
lebih penting saat ini ialah manajemennya, di mana ilmu yang didapat bisa
mencipta sebuah pengetahuan.
Untuk itu, Prapto ingin memfasilitasi mahasiswanya
dengan mata kuliah yang sifatnya memproduksi. “Konsumsi diperlukan, dan
produktif juga. Tapi yang sebelumnya terlalu banyak konsumsi,” ungkapnya. Terakhir, dirinya turut berpesan agar mahasiswa di era sekarang harus mau banyak belajar dan
produktif dalam berkarya. (Kartika)

Komentar
Posting Komentar