Langsung ke konten utama

Postingan

Camilan Frozen Food Enak dan Murah Ala Rumahan

Sumber Gambar: koleksi pribadi Di masa pandemi ini, nggak jarang pegiat UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang mampu bertahan dalam bisnisnya. Namun, menariknya banyak juga lho, rekan di sekitar saya yang mulai merintis usaha kecil rumahan berupa produk camilan (snack) . Salah satunya, produk yang kali ini ingin saya ulas. Snack biasanya berbentuk makanan ringan seperti keripik atau jenis kerupuk bertabur bubuk pasta, tapi camilan yang ini adalah makanan beku ( frozen food). Enak, murah meriah, dan cukup bikin kenyang. Camilan ini bisa jadi kudapan pagi bersama secangkir teh, atau buat teman ngopi pada sore hari.  Sebelumnya, saya sudah jajan lebih dulu yang varian original, pedas, dan mozarella; produk olahan tahu bakso dari Cemal Cemil Neng Karin . Kebetulan, sekarang sudah mengeluarkan varian terbarunya, yakni Pangsit Bakso dan Tahu Bakso Jamur. Saya langsung penasaran sama Pangsit Baksonya, terbayang memori jajanan pangsit sewaktu SD. Saya pun memesan dua bungkus produk ola...
Postingan terbaru

Inilah 4 Alasan Lokalitas Olahan Kopi Makin Hits, Bikin Penikmatnya Jadi “Candu”

Ilustrasi Foto oleh:  @kaylahotto “Enggan melewati hari tanpa kopi,” kurang lebih menjadi kalimat candu bagi mereka yang gemar mengonsumsi. Bicara produk olahan kopi, apalagi yang dibahas kalau bukan soal minuman kopi.  Minum kopi sudah jadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Kopi bukan saja identik dengan orang tua, tapi dari kalangan milenials juga “mendadak” jadi penikmat kopi. Tren tersebut tentu tidak lepas dengan makin menjamurnya usaha kedai kopi kekinian di Indonesia. Negara dengan Konsumen Kopi Terbanyak Berdasarkan  Kata Data , Konsumsi Kopi Negara Eksportir,  Brazil menjadi negara produsen kopi terbesar di dunia, dan konsumen kopi terbanyak menurut Organisasi Kopi Internasional, sejak 2015 hingga 2019. Periode 2015/2016, data konsumsi kopi di Brazil sebanyak 20,5 juta karung berukuran 60kg. Pertumbuhannya meningkat 2.8 % hingga periode 2018/2019. Tidak mau kalah dengan Brazil, Indonesia berada tepat di bawahnya sebagai nega...

Perkara Centang Biru di WhatsApp, Kamu Termasuk Tim yang Mana?

Sumber Gambar: Pixabay.com Kita hanya bisa mengatur isi kepala kita dengan tujuan berdamai dengan diri sendiri, dan tentunya untuk orang lain. Aturlah media sosial senyaman mungkin. Jangan lupa, ada ruang privasi yang mana pemilik wewenangnya cuma kamu. Betapa menjadi berharganya, dirimu dan privasimu. Polemik Si "Centang Biru" Belakangan waktu, saya menemukan sebuah postingan yang memperkarakan soal baik atau tidaknya “centang biru” di WhatsApp. Kemudian saya cukup menanggapi dengan biasa saja. Bahkan sebelum dengar itu pun, saya sudah sempat membahasnya di status WA. Bagi saya, menonaktifkan centang biru menjadi pilihan yang membuat saya nyaman dalam bermedia sosial, pun sama halnya dengan memutuskan posting cerita “close friend” . Tentu saya merasa nyaman bukan untuk berlindung “cari aman”. Saya merasa ada yang salah, ketika diri dipenuhi dengan semisal pertanyaan, “kok pesan saya enggak dibalas-balas? Apa ada yang salah?”, “lama banget balasnya, orang ...

Merangkul Emosi Diri: Ubah Perspektif Dari Lawan Menjadi 'Kawan'

Teriaklah dalam air, tenggelamkan bila memang harus. Namun, jangan sampai terteguk kembali, jika tidak ingin kau tinggalkan karat. Sebuah kutipan di atas menarik perhatian saya ke beberapa tahun lalu sejak kali pertama menuliskannya. Sepertinya saat itu saya lagi sering dirundung sedih. Kesedihan identik dengan hal yang tidak menyenangkan, juga termasuk dari cakupan emosi negatif. Semacam kecewa, marah, takut, frustasi, itu pun masih menjadi bagiannya. Ritmenya berawal dengan respons diri saat mengulang ingatan dari peristiwa yang terjadi, sehingga memunculkan suasana hati yang buruk hingga menimbulkan stress. Hati-hati  gengs , jangan sampai hal semacam itu menyerap habis energi positifmu. Dalam psikologi, emosi negatif yang terus berulang dalam pikiran, namanya Ruminasi . “Menyadari” kalau kita sedang terjebak dalam pengaruh pikiran buruk adalah langkah awal tepat saat menghadapi emosi negatif yang muncul. Dari segala kejadian yang meliputi diri kala it...

Tujuh Kebiasaan Ini Wajib Millenials Terapkan! Biar Enggak Cuma Dianggap ‘Kaum Rebahan’

Pintar rebahan kayak kocheng~ gambar: pixabay Mengenal Identitas “Kaum Rebahan” “Kaum rebahan” diartikan sebagai orang yang punya kebiasaan berbaring, baring di kasur sambil marathon drama korea misalnya, baring di lantai scroll lini masa sambil bacain komentar orang di media sosial, enggak ketinggalan sediain snack sama minumannya juga ya— biar enggak seret. Pokoknya baring-baring santuy udah jadi hal terindah lah bagi kaum yang satu ini.

Jejak Badut di Kota Hujan

Ilustrasi Foto melalui situs,  catatanbaskoro.wordpress.com karena dokumentasi hilang. Sesapan kopi mengawali segar udara pagi itu. Tepat pukul 06.00, Rian (23) sibuk mengemasi perlengkapan badutnya. Demi mengganjal perut hingga tengah hari nanti, sebungkus nasi uduk pun rupanya ia santap. Tak hanya sendiri, dalam hunian petak itu pria berperawakan tegap dan tak terlalu tinggi itu tinggal bersama kakak sepupu, serta rekan badut lainnya. Sindang Barang Jero, menjadi titik tolak keberangkatan untuk mengais rupiah di jalan. Kali ini ia akan menghibur orang-orang di Lapangan Sempur Bogor. Setiap Sabtu dan Minggu tempat tersebut merupakan sasaran pertama yang disinggahinya. Berikut doa serta harap yang terpanjat, kuda besinya pun siap melaju. Meski pekerjaan ini terbilang sederhana, nyatanya Rian dan kawan-kawan tetap memperhartikan kebersihan dan kerapian kostum. Seperti malam sebelumnya. Usai melepas penat di tengah malam, ia menyempatkan untuk mencuci sebagian...

Kacamata Seorang Agen Koran: Tetap Eksis dalam Roda Modernitas yang Terus Melaju

        Ilustrasi Foto: pixabay.com “Koran..koran..koran....” Suara khas seorang loper koran kala itu terdengar di tengah terik. Selain dipadati berbagai kendaraan, di sela itu juga para pedangang ramai menjajakan dagangannya. Tak terkecuali pedangang koran. Pemandangan itu rupanya selalu menarik perhatian. Tepatnya di sisi jalan kawasan Taman Topi Bogor. Di era informasi dan teknologi seperti sekarang ini terkadang membuat miris. Bukan berarti Koran tak laku lagi. Namun perkembangan itu sebenarnya turut berpengaruh terhadap minat membaca. Sampai saat ini nyatanya wajah persuratkabaran masih kita temui. Seperti apa yang sempat diprediksikan dulu, media cetak akan mati menjelang tahun dua ribu dua puluhan. Memang, di sejumlah media luar negeri hal itu sudah terjadi. Akan tetapi, konvergensi media nyatanya menjadi siasat cerdik untuk bisa mempertahankan eksistensi sebuah surat kabar harian di tanah air ini. Sedari tadi, saya melihat seorang Bapak ...